Rabu, 14 Oktober 2009

OBYEK WISATA WATU TUMPANG

Obyek wisata watu tumpang merupakan salah satu obyek wisata yang terdapat di kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Selain obyek wisata tersebut, di kecamatan Wangon juga terdapat masjid saka tunggal dan taman kera (Desa Cikakak) obyek wisata curug pengantin,dan obyek wisata kuliner yaitu minuman khas Wangon,yaitu ciu (Desa Wlahar)

Obyek wisata watu tumpang terdapat di atas tempat pemakaman umum grumbul Karangtawang Desa Banteran Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas. yang terletak sekitar 15000 cm dari permukaan Sungai Tajum.
Hal yang menarik dari obyek wisata watu tumpang adalah bentuknya yang unik, kenapa bisa dibilang unik? karena pada batu utama (besarnya kira2 setara dengan panser buatan pindad) yang hanya menumpang pada batu yang ada dibawahnya yang lebih kecil (kira2 sebesar telur angsa yangi diperbesar 1000 kali).
Pada hari-hari libur,terutama hari minggu, banyak para muda-mudi yang mrngisi liburan dengan mengunjungi obyek wisata tersebut karena suasana alam yang sangat indah dan belum tercemari oleh kegiatan manusia yang sangat menimbulkan polusi, ketenangan jiwa akan sangat terasa apabila anda mengunjunginya, anda penasaran? silahkan datanglah ke Desa Banteran Kec.Wangon Kab.Banyumas dan tanyakanlah lokasi obyek wisata tersebut niscaya dalam radius beberapa kilometer dari obyek wisata tersebut, orang-orang akan menunjukkan jalan yang tepat. Wassalam...

Senin, 12 Oktober 2009

PERANG DUNIA II

Perang Dunia II

Tanggal 1 September 1939 – 2 September 1945
Lokasi Eropa, Pasifik, Asia Tenggara, Timur Tengah, Mediterania dan Afrika.
Hasil Kemenangan sekutu, munculnya Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai negara adidaya, terbentuknya blok-blok yang menjurus ke Perang Dingin, mulai lepasnya negara-negara jajahan Eropa.
Pihak yang terlibat
Sekutu:
-United Kingdom. -Soviet Union.
-Amerika Serikat
-Republic of China.
lainnya

#Blok Poros -Germany
-Japan.
-Italy
lainnya

Jumlah korban
Militer tewas:
17.000.000
Sipil tewas:
33.000.000
Total tewas:
50.000.000 Militer tewas:
8.000.000
Sipil tewas:
4.000.000
Total tewas:
12.000.000

Perang Dunia II, secara resmi mulai berkecamuk pada tanggal 1 September 1939 sampai tanggal 2 September 1945. Meskipun demikian ada yang berpendapat bahwa perang sebenarnya sudah dimulai lebih awal, yaitu pada tanggal 1 Maret 1937 ketika Jepang menduduki Manchuria. Sampai saat ini, perang ini adalah perang yang paling dahsyat pernah terjadi di muka bumi. Kurang lebih 50.000.000 (lima puluh juta) orang tewas dalam konflik ini.

Umumnya dapat dikatakan bahwa peperangan dimulai pada saat pendudukan Jerman di Polandia pada tanggal 1 September 1939, dan berakhir pada tanggal 14 Agustus 1945 pada saat Jepang menyerah kepada tentara Amerika Serikat. Secara resmi PD II berakhir ketika Jepang menandatangani dokumen Japanese Instrument of Surrender di atas kapal USS Missouri pada tanggal 2 September 1945, 6 tahun setelah perang dimulai.

DIDI KEMPOT

Didi Kempot
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Didi Kempot
Didi Kempot.jpg
Lahir 31 Desember 1966 (umur 42)
Flag of Indonesia.svg Surakarta, Indonesia
Pekerjaan penyanyi
Orang tua Ranto Edi Gudel

Didi Kempot (lahir di Surakarta, 31 Desember 1966; umur 42 tahun) adalah seorang penyanyi campursari dari Jawa Tengah. Didi Kempot merupakan putra dari pelawak terkenal dari kota Solo, Ranto Edi Gudel (Almarhum) yang lebih dikenal dengan nama mbah Ranto. Dia bersaudara dengan Mamiek Podang, pelawak senior Srimulat.

Didi Kempot merupakan penyanyi campursari kebanggaan kota Solo, di samping Gesang (maestro keroncong) dan Tia AFI (juara Akademi Fantasi Indosiar 2). Saat ini Didi Kempot tinggal di daerah Sumber, Solo.
[sunting] Daftar lagu

* Sewu Kutha
* Tanpa Sliramu
* Setasiun Balapan
* Kalung Emas
* Kopi Lampung
* Sekonyong-konyong koder
* Isin-Isin
* Pengalaman Urip
* Entenana
* Siji Welingku
* Dalan Memori
* Sopir Nomer 1
* Sentir Lenga Patra
* Eling kowe
* Manuk Cucak Rawa
* Ono opo Awakmu terjemahan bahasa Jawa dari Ada apa denganmu.

[sunting] Lihat pula

* Campursari

Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Didi_Kempot"
Kategori: Orang hidup | Kelahiran 1966 | Penyanyi Indonesia | Tokoh dari Surakarta
Tampilan

* Halaman
* Pembicaraan
* Sunting
* ↑
* Versi terdahulu

Peralatan pribadi

* Coba Beta
* Masuk log / buat akun

Cari

Navigasi

* Halaman Utama
* Perubahan terbaru
* Peristiwa terkini
* Halaman sembarang

Komunitas

* Warung Kopi
* Portal komunitas
* Bantuan

wikipedia

* Tentang Wikipedia
* Pancapilar
* Kebijakan
* Menyumbang

Cetak/ekspor

* Buat buku
* Unduh sebagai PDF
* Versi cetak

Kotak peralatan

* Pranala balik
* Perubahan terkait
* Halaman istimewa
* Pranala permanen
* Kutip halaman ini

Bahasa lain

* Basa Jawa

Powered by MediaWiki
Wikimedia Foundation

* Halaman ini terakhir diubah pada 10:49, 5 Agustus 2009.
* Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi/Berbagi Serupa Creative Commons; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.
* Kebijakan privasi
* Tentang Wikipedia
* Penyangkalan

PERANG DUNIA

Perang Dunia I (disingkat PDI atau PD1; juga dinamakan Perang Dunia Pertama, Perang Besar, Perang Negara-Negara, dan Perang untuk Mengakhiri Semua Perang) adalah sebuah konflik dunia yang berlangsung dari 1914 hingga 1918. [2] Lebih dari 40 juta orang tewas, termasuk sekitar 20 juta kematian militer dan sipil.[3][4][5]

Perang ini dimulai setelah Pangeran Franz Ferdinand dari Austria-Hongaria (sekarang Austria) dibunuh anggota kelompok teroris Serbia, Gavrilo Princip di Sarajevo. Tidak pernah terjadi sebelumnya konflik sebesar ini, baik dari jumlah tentara yang dikerahkan dan dilibatkan, maupun jumlah korbannya. Senjata kimia digunakan untuk pertama kalinya, pemboman massal warga sipil dari udara dilakukan, dan banyak dari pembunuhan massal berskala besar pertama abad ini berlangsung saat perang ini. Empat dinasti, Habsburg, Romanov, Ottoman dan Hohenzollern, yang mempunyai akar kekuasaan hingga zaman Perang Salib, seluruhnya jatuh setelah perang.

Perang Dunia I menjadi saat pecahnya orde dunia lama, menandai berakhirnya monarki absolutisme di Eropa. Ia juga menjadi pemicu Revolusi Rusia, yang akan menginspirasi revolusi lainnya di negara lainnya seperti Tiongkok dan Kuba, dan akan menjadi basis bagi Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Kekalahan Jerman dalam perang ini dan kegagalan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang masih menggantung yang telah menjadi sebab terjadinya Perang Dunia I akan menjadi dasar kebangkitan Nazi, dan dengan itu pecahnya Perang Dunia II pada 1939. Ia juga menjadi dasar bagi peperangan bentuk baru yang sangat bergantung kepada teknologi, dan akan melibatkan non-militer dalam perang seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Perang Dunia menjadi terkenal dengan peperangan parit perlindungannya, di mana sejumlah besar tentara dibatasi geraknya di parit-parit perlindungan dan hanya bisa bergerak sedikit karena pertahanan yang ketat. Ini terjadi khususnya terhadap Front Barat. Lebih dari 9 juta jiwa meninggal di medan perang, dan hampir sebanyak itu juga jumlah warga sipil yang meninggal akibat kekurangan makanan, kelaparan, pembunuhan massal, dan terlibat secara tak sengaja dalam suatu pertempuran.
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Front
o 1.1 Front Timur
* 2 Korban
o 2.1 Sekutu: 5.497.600
o 2.2 Kekuatan As/Poros: 3.382.500
o 2.3 Warga sipil: 6.493.000
* 3 Lihat pula
* 4 Rujukan

[sunting] Front
[sunting] Front Timur

Front Timur adalah Front dimana Jerman berhadapan dengan Russia. Pada awalnya Jerman dapat mengalahkan Russia, meskipun Russia melancarkan Mobilisasi yang menyebabkan ekonomi Russia terbengkalai dan nantinya mencetus Revolusi Russia. Tapi karena musim dingin di Russia, dan tentara Jerman tidak dilengkapi pakaian musim dingin, akhirnya Russia menang
[sunting] Korban
[sunting] Sekutu: 5.497.600

* Belgia: 13.700
* Kekaisaran Britania: 908.000
o Australia: 60.000
o Kanada: 55.000
o India: 25.000
o Selandia Baru: 16.000
o Afrika Selatan: 7.000
o Inggris: 715.000
* Perancis: 1.354.000
* Yunani: 5.000
* Italia: 650.000
* Jepang: 300
* Rumania: 336.000
* Rusia: 1.700.000
* Serbia: 450.000
* Amerika Serikat: 50.600

[sunting] Kekuatan As/Poros: 3.382.500

* Austria-Hungaria: 1.200.000
* Bulgaria: 87.500
* Jerman: 1.770.000
* Kerajaan Ottoman: 325.000

[sunting] Warga sipil: 6.493.000

* Austria: 300.000
* Belgia: 30.000
* Inggris: 31.000
* Bulgaria: 275.000
* Perancis: 40.000
* Jerman: 760.000
* Yunani: 132.000
* Rumania: 275.000
* Rusia: 3.000.000
* Serbia: 655.000
* Kerajaan Ottoman: 1.005.000

Rabu, 07 Oktober 2009

CARA MENGETES KEPERAWANAN

apa yang akan anda lakukan apabila mengetahui bahwa pasangan anda sudah tidak perawan lagi? tentu bagi sebagian orang hal ini tidak akan menjadi masalah yang berarti, namun untuk sebagian lagi, keperawanan merupakan simbol kesucian bagi kaum hawa dan apabila dia sudah kehilangan itu (keperawanan), otomatis anda akan merasa kalau hubungan anda akan terasa kurang sempurna..
Pada dasarnya kita dapat mengetahui keperawanan seseorang (terutama pasangan kita) dengan sangat mudah.. akan tetapi kita lihat dulu apa yang menyebabkan si dia kehilangan itu (keperawanan).
Banyak hal yang dapat menyebabkan wanita bisa kehilangan keperawanannya, antara lain karena kecelakaan (jatuh dari motor, dari pohon ataupun dari sepeda yang membuat alat vitalnya rusak) tentu hal di atas tidak akan terlalu menjadi masalah..
Namun apabila penyebabnya adalah karena diperkosa,apalagi karena pergaulan bebas (freesex) tentu akan menjadikan anda kurang respect terhadap pasangan anda.
Tindak pemerkosaan sebenarnya dapat dicegah dengan tidak berpakaian yang dapat mengundang syahwat (nafsu) karena pelaku pemerkosaan ibarat kucing yang melihat gesek (sejenis ikan asin) yang sangat menggiurkan.
Selanjutnya, Pergaulan bebas dapat disebabkan karena terlalu percaya kepada pasangan dan kurang tebalnya iman seseorang.
Kita langsung bicara pada intinya,yaitu Cara untuk mengetahui
pasangan anda masih atau sudah tidak perawan, yaitu pada saat anda pertama melakukan hubungan (intim) yang pertama,darah keperawanan itu akan keluar (namun perlu diingat, tidak semua gadis perawan mengeluarkan darah perawannya karena sifat elastisitas miss V setiap wanita berbeda) bersambung...

Sabtu, 22 Agustus 2009

KECAMATAN WANGON

Kecamatan Wangon adalah sebuah kecamatan yang berada di kabupaten banyumas bagian barat selatan, kecamatan ini termasuk kecamatan yang potensial dari segi bisnis dan perdagangan. Kecamatan wangon terdiri dari 12 Desa diantaranya adalah Desa Banteran, Cikakak, Jambu, Jurangbahas, Klapagading kulon, Klapagading wetan, Randegan, Rawaheng, Pengadegan, Wangon, Windunegara dan Wlahar.
Kecamatan Wangon dilalui jalan lintas Bandung-Purwokerto dan Tegal-Cilacap sehingga menjadi kota kecamatan yang cukup ramai. Potensi Daerah yang ada yaitu obyek wisata masjid saka tunggal Dan Taman kera yang terdapat didesa Cikakak, sedangkan obyek wisata kuliner adalah Ciu khas wangon yang terdapat di Desa wlahar. Di kecamatan wangon juga terdapat beberapa Home industry diantaranya adalah pembuatan gerbi (sejenis makanan yang terbuat dari ubi kayu dan gula jawa) juga terdapat industri rumahan pembuatan bulu mata palsu di Desa Banteran (Gr.Karangasem), selain itu ada juga pabrik pengolahan (Pembuatan) kayu lapis
yang terdapat di Desa Windunegara. Selain pabrik yang sudah ada, rencananya akan dibangun pabrik pembuatan bahan bakar bio etanol yang berbahan dari singkong, namun masih dalam perencanaan lahan yang akan di bangun di Desa Randegan.

Jumat, 07 Agustus 2009

DESAKU DESA BANTERAN

Desa Banteran adalah salah satu desa yang terletak di kecamatan wangon, desa Banteran terdiri dari 6 RW Dan 35 RT Produk utama sektor pertanian dari desa ini adalah jeruk, kacang tanah, padi, dan jagung. Selain sektor pertanian, sektor pertambangan juga banyak dijumpai di desa ini, salah satunya adalah pertambangan pasir dan batu kali yang terdapat di grumbul Karangasem RW 02. selain ditempat tersebut ada juga pertambangan milik Bp.Saheli dan pertambangan Bp.Bandi(Alm) di Karangtawang.

Obyek wisata yang terdapat di Desa Banteran sangat banyak, di antaranya adalah Obyek wisata watu tumpang yang berada pada ketinggian + 15000 centimeter di atas permukaan sungai tajum,tepatnya berada di perbatasan Desa Banteran dan Desa Jambu. Obyek wisata ini sangat populer di Desa Banteran karena sering digunakan sebagai tempat anak muda untuk mengisi waktu di hari libur.

Selain obyek wisata watu tumpang, terdapat lagi obyek wisata yang lain seperti Sungai tajum yang indah dan elok, pemandangan di sungai tajum paling indah bila dilihat dari wilayah Karangasem Wetan, anda dapat melihat pemandangan bak lukisan di kanvas yang sangat indah dan sangat menggoda. Anda tidak percaya? Buktikan sendiri datang ke Desa saya..... Harry Prima

Selasa, 28 Juli 2009

MASTURBATE OR ONANI

Masturbasi atau onani(bhs.arab=istimna)ialah suatu perbuatan merangsang diri sendiri dengan tujuan mencapai kepuasan tanpa pasangan yang sah.Persoalan yang sangat penting untuk di cari pencerahannnya ini karena sudah sangat parahnya kondisi masyarakat islam.

Onani adalah suatu perbuatan yang di pandang sebagai dosa besar di sisi islam,demikian menurut mayoritas para fuqaha.Imam As-Shafie dan Imam Malik,mengharamkan perbuatan tersebut berdasarkan firman ALLAH AZAWAJALLA dalam Al-Qur'an:Dan mereka yang menjaga kehormatannya(dalam hubungan seksual)kecuali kepada isteri atau hamba sahayanya,maka mereka sesungguhnya mereka tidaklah tercela,Maka barang siapa yang mengingini selain yang demikian,maka mereka adalah orang-orang yang melampaui batas.(Surah Al-mu'minun 23-5,6,7)[1]

Penjelasan Imam As-Shafie dan Imam Malik,di atas di perkuat pula oleh riwayat berikut:Di hari Akhirat Tuhan tidak akan melihat golongan-golongan ini lantas terus berfirman:Masuklah kalian ke dalam api neraka bersama-sama mereka yang (berhak)memasukinya.Golongan-golongan tersebut ialah[1]Orang-orang homoseksual,[2]orang-orang bersetubuh dengan hewan,[3]orang yang mengawini isteri dan juga anak perempuannnya pada waktu yang sama dan[4]orang yang kerap melakukan onani,kecuali jikalau mereka semua bertaubat dan memperbaiki diri sendiri(maka tidak akan lagi di hukum_[2]

Mengapa masturbasi dan onani di haramkan?sebab ini hanya akan mendorong pelakunya untuk melakukan hubungan seksual yang selanjutnya.Nah pintu inilah yang di tutup oleh islam.Menurut Shah Waliallah Dahlawi kegiatan ini juga berdampak pada aspek negatif psikologis si pelaku,perasaan malu,kotor dan berdosa menghinggapi.Sehingga ia tidak berani untuk mendekati laki-laki atau wanita yang ia sukai.Malu akan kelakuannya ini juga merupakan fitrah manusia.[3]

Melakukan hal itu secara sering juga banyak membawa mudharat kepada kesehatan si pelaku,badan lemah,anggota tubuh kaku dan bergetar,penglihatan yang kabur,perasaan berdebar-debar dan fikiran yang tidak menentu.[4]Belum lagi hal ini akan mempengaruhi produksi berbagai organ refreduksi yang normal.Berkurangnya sel telur dan sperma hinggga tidak bergairah.[5]Melazimkan diri dengan onani telah membuat pelaku menjauhi nilai-nilai moral serta akhlak tinggi yang menjadi unsur utama kemuliaan umat islam.

Namun,walau bagaimanapun sebagian ahli fiqh berpendapat bahwa onani-masturbasi di bolehkan jikalau seseorang menghadapi keadaan yang gawat karena luapan syahwat dan dia berkeyakinan bahwa dengan melakukan hal ini,ia akan dapat meredakan syahwatnya dan dapat pula menghalangi dirinya dari terjerumus ke dalam sesuatu yang lebih besar mudharatnya seperti zina atau pelacuran.Setelah tentunya ia melakukan berbagai tindakan prefentif seperti puasa,dzikir dan shalat(QS YUSUF 12,Ayat 32 dan 33).

Kebolehan para ulama bukanlah bertujuan menghalalkan perbuatan tersebut tetapi ini di dasarkan kepada kaedah usul fiqh yang menyatakan:Di bolehkan melakukan bahaya yang lebih ringan supaya dapat di hindari bahaya yang lebih berat.Di sini perlu di perhatikan bahwa,itu di perbolehkan dalam suasana yang amat penting.Dan bukan,di lakukan setiap hari dengan rangsangan pula.Yang pertama di bolehkan atas dasar pertimbangan maslahat agama.Sedangkan yang kedua di haramkan atas dasar pertentangan dengan perintah dan nilai-nilai agama.[6]

Barang siapa yang berusaha untuk menjauhkan onani-masturbasi atas dasar taqwa dan iman kepada ALLAH SUBHANHUWATA'ALLA,niscaya ALLAH akan mencukupinya.InsyaALLAH hidayah-NYA akan membimbing seseorang itu menjauhi perbuatan nista tersebut dan akan di ganti-NYA dengan anugerah kelezatan jiwa dan kepuasan batin yang tidak mungkin di gambarkan melalui tulisan ini.

KESIMPULAN SEMENTARA

1.Onani pada dasarnya adalah perbuatan yang haram di sisi islam lagi bertentangan dengan

fitrah manusia.

2.Setengah ahli fiqh membolehkan onani jika ia berkeyakinan bahwa dengan ini dapat meng-

halangi dirinya terjerumus dalam kesalahan agama yang lebih besar.Namun,kebolehan

ini bukanlah sebagai penghalal onani-masturbasi.

Sabtu, 18 Juli 2009

Digagas, ‘Wisata Alkohol’ di Banyumas


PURWOKERTO (KR) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) menggagas adanya wisata alkohol di wilayahnya. Pemkab berencana mengembangkan wilayah Desa Wlahar dan Windunegara, Kecamatan Wangon menjadi objek wisata alkohol itu. Kepala Seksi Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum (URHU) Disparbud Kabupaten Banyumas, Deskart Sotyo Djatmiko mengatakan, gagasan membuat wisata alkohol pada kedua desa tersebut lantaran potensi masyarakatnya dalam mengembangkan usaha rumah tangga pembuatan ‘ciu’ atau minuman beralkohol khas Banyumas. Menurutnya, rencana tersebut juga merupakan upaya untuk melokalisir peredaran minuman tersebut di masyarakat. Selain itu, lanjutnya, dengan menjadikannya objek wisata, akan mampu meningkatkan derajat ekonomi warga setempat. “Selama ini ciu banyak beredar bebas di masyarakat karena harganya murah. Dengan dibuat objek wisata, akan menambah harga jual dan minuman itu khusus bagi pelancong yang datang, sehingga tidak bebas seperti sekarang,” ujarnya kepada KR, Senin (25/2) di ruang kerjanya. Dijelaskan, wilayah tersebut rencananya akan dijadikan kawasan berikat untuk menghindari beredarnya ciu secara bebas di masyarakat. Menurutnya, dengan kawasan itu, nantinya ada aturan tegas yang melarang ciu beredar bukan di dua desa. Diutarakan, jika wisata alkohol bisa direalisasikan, pengunjung tidak hanya bisa mengonsumsi, namun dapat belajar cara membuat ciu, serta melihat kebudayaan Banyumas lainnya. “Jika nanti bisa direalisasikan, infrastruktur pendukung akan dibangun. Selain itu, kami akan menggencarkan pemasaran dengan menjual paket wisata kepada biro perjalanan,” ungkapnya seraya menambahkan, selain dikembangkan sektor wisata, alkohol bikinan warga dua desa itu rencananya juga dipasarkan untuk industri obat-obatan dan kosmetik. Saat ini Disparbud tengah bersiap untuk mengadakan studi kelayakan terhadap gagasan pariwisata ciu. Untuk kegiatan itu, Disparbud menyediakan dana Rp 80 juta dari APBD Kabupaten Banyumas. “Kami sedang melobi lembaga akademis bidang pariwisata untuk membantu studi kelayakan wisata ciu. Selain itu, kami juga meminta kerja sama dan dukungan semua pihak yang terkait dengan wacana itu,” paparnya. Sumber

Rabu, 01 Juli 2009

CENTRAL JAVA

Central Java (Indonesian: Provinsi Jawa Tengah) is a province of Indonesia. The administrative capital is Semarang. It is one of the six provinces of the island of Java. Central Java is both a political entity and a cultural concept. Culturally and historically Yogyakarta is a significant part of Central Java. However, administratively the city and surrounding region has been part of a separate special region since Indonesian independence. In the same context, but in contrast — the region of Surakarta is a significant incorporated component of Central Java.

The province of Central Java is 32,548.20 km2 in area; approximately a quarter of the total land area of Java. Its population is 31,820,000 (As of 2005), making it the third most-populous province in Indonesia after West Java and East Java, and constituting approximately one quarter of the island's population.

Geography

Mount Merbabu near Salatiga - much of Central Java's countryside is dominated by rice fields and volcanic peaks

Located in the middle of the island of Java, the Central Java province is bordered by the West Java and the East Java provinces. A small portion of its south region is the Yogyakarta Special Region province, fully enclosed by the Central Java province. Yogyakarta is historically and culturally part of the Central Java region, although it is currently a separate political entity. To the north and the south, the Central Java province faces the Java Sea and the Indian Ocean. Central Java also includes some offshore islands: Karimun Jawa Islands in the north, and Nusakambangan in the southwest.

The average temperature in Central Java is between 18–28 degrees celsius and the relative humidity varies between 73–94 percent.[2] While a high level of humidity exists in most low lying parts of the province, it drops significantly in the upper mountains.[2] The highest average annual rainfall of 3,990 mm with 195 rainy days was recorded in Salatiga.[2]

The geography of Central Java is regular with small strips of lowlands near the northern and southern coast with mountain ranges in the centre of the region. To the west lies an active stratovolcano Mount Slamet, then a bit further to the east is the Dieng Volcanic Complex on the Dieng Plateau. At southeast of the Dieng plateau lies the high plateau of Kedu Plain, bordered on the east side by the twin volcanoes of Mount Merapi (the most active volcanoes in Indonesia) and Mount Merbabu. At the south of Semarang, lies Mount Ungaran, and to the north-east of the city lies Mount Muria on the most northern tip of Java. To the east near the border with East Java lies Mount Lawu, where its eastern slopes are in the East Java province.

Due to active volcanic history and therefore volcanic ash, Central Java is a very fertile region for agriculture. Sight of extensive paddy fields is common, except in the southeastern — Gunung Kidul region — partly due to the high concentration of limestone and its location in a rain shadow from the prevailing weather.

Two major rivers run through Central Java; Serayu in the west, which empties in the Indian Ocean, and the Solo River (Javanese: Bengawan Solo), which flows to the East Java province.

Administrative division

On the eve of the World War II in 1942, Central Java was subdivided into 7 residencies (Dutch residentie or plural residenties, Javanese karésiḍènan or karésidhènan) which correspond more or less with the main regions of this area. These residencies were Banjoemas, Kedoe, Pekalongan, Semarang, and Djapara-Rembang added with the so called Gouvernement Soerakarta and Gouvernement Jogjakarta. However after the local elections in 1957 the role of these regencies were reduced until they finally disappeared.[3]

Nowadays Central Java (excluding Yogyakarta) is divided in 29 regencies (kabupaten) and 6 cities (kota, previously kotamadya and kota pradja). A regency can also be called a rural district while an autonomous city is an urban district. Below are regencies and autonomous cities of Central Java:

These contemporary regencies and cities can further be subdivided into 565 sub-districts (kecamatan). Furthermore sub-districts are subdivided into 7,804 rural communes or "villages" (desa) and 764 urban communes (kelurahan).[2]

History

Java has been inhabited by humans or their ancestors (hominina) since prehistorical times. In Central Java and the adjacent territories in East Java remains known as "Java Man" were discovered in the 1890s by the Dutch anatomist and geologist Eugène Dubois. Java Man belongs to the species Homo erectus.[4] They are believed to be about 1.7 millions years old.[5]

Then about 40,000 years ago, Australoid peoples related to modern Australian Aboriginals and Melanesians colonised Central Java. They were assimilated or replaced by Mongoloid Austronesians by about 3000 BC, who brought with them technologies of pottery, outrigger canoes, the bow and arrow, and introduced domesticated pigs, fowls, and dogs. They also introduced cultivated rice and millet.[6]

Recorded history began in Central Java in the 7th century AD. The writing, as well as Hinduism and Buddhism, were brought to Central Java by Indians from South Asia. Central Java was a centre of power in Java back then.

In 664 AD, the Chinese monk Hui-neng visited the Javanese port city of Ho-ling, where he translated various Buddhist scriptures into Chinese with the assistance of the Javanese Buddhist monk Jñānabhadra.[7] It is not precisely known what is meant by the name Ho-ling. It used to be considered the Chinese transcription of Kalinga but it now most commonly thought of as a rendering of the name Areng. Ho-ling is believed to be located somewhere between Semarang and Jepara.[8]

The ninth-century Buddhist monument Borobudur built by the Sailendra near the 'nail of Java'.

The first dated inscription in Central Java is the Inscription of Canggal which is from 732 AD (or 654 Saka). This inscription which hailed from Kedu, is written in Sanskrit in Pallava script.[9] In this inscription it is written that a Shaivite king named Sri Sanjaya established a kingdom called Mataram. Under the reign of Sanjaya's dynasty several monuments such as the Prambanan temple complex were built.

In the meantime a competing dynasty arose, which adhered to Buddhism. This was the Sailendra dynasty, also from Kedu, which built the Borobudur temple.

After 820 there is no more mention of Ho-ling in Chinese records. This fact coincides with the overthrow of the Sailendras by the Sanjayas who restored Shaivism as the dominant religion. Then in the middle of the 10th century, for unknown reason, the centre of power moved to Eastern Java.[8]

A few centuries later, after the destruction of the great Hindu Majapahit Empire in the 15th - 16th centuries by the Central Javanese Muslim kingdom of Demak, the Javanese centre of power moved back to Central Java. In the meanwhile European traders began to frequent Central Javanese ports. The Dutch established a presence in the region through their East India Company.

After Demak itself collapsed, a new kingdom on the Kedu Plain emerged. This new kingdom, which was also a sultanate bore the old name of "Mataram". Under the reign of Sultan Agung, Mataram was able to conquer almost all of Java and beyond by the 17th century, but internal disputes and Dutch intrigues forced Mataram to cede more and more land to the Dutch. These cessions finally led to several partitions of Mataram. The first partition was after the Treaty of Giyanti on February 13, 1755. This treaty divided the old kingdom in two, the Sultanate of Surakarta and the Sultanate of Yogyakarta. Then few years later Surakarta was divided again with the establishment of the Mangkunegaran after the Treaty of Salatiga on March 17, 1757.

During Napoleonic Wars in Europe, Central Java as part of the Netherlands East-Indies, a Dutch colony, was handed over to the British. In 1813, the Sultanate of Yogyakarta was also divided with the eastablishment of the Pakualamanan.

The shattered kingdom, Mataram in 1830, after the Java War.

After the British left, the Dutch came back as was decided by the Congress of Vienna. Between 1825 - 1830 the Java War ravaged Central Java. The result of the war was a consolidation of the Dutch power. The power and the territories of the divided kingdom of Mataram were greatly reduced.

However Dutch rule brought modernization to Central Java. In the 1900s the modern province of Central Java, the predecessor of the current one was created. It consisted of five regions or gewesten in Dutch. Surakarta and Yogyakarta were autonomous regions called Vorstenlanden (literally "princely states"). Then after the Indonesian independence the province of Central Java was formalized on August 15, 1950, excluding Yogyakarta but including Surakarta[2] Since then there have been no (major) changes in the administrative division of Central Java.

After the 30 September Movement's abortive coup, on 30 September 1965, [[an anti-communist purge took place in Central Java, in which Communists and leftists (both actual and alleged) killed by the army and community vigilante groups. Others were interned in concentration camps, the most infamous of which was on the isle of Buru in the Moluccas (first used as a place of political exile by the Dutch). Many were executed years later but most were released in 1979[10]

In 1998, preluding the downfall of president Suharto, anti Chinese violence broke out in Surakarta (Solo) and surrounding areas. Much Chinese property and other buildings were burnt down. In 1999, public buildings in Surakarta were burnt again by supporters of Megawati Soekarnoputri after the Indonesia parliament chose Abdurrahman Wahid instead of Soekarnoputri. They carried out 'sweeping actions' against Western foreigners who reside in this city after the September 11, 2001 attacks.[11]

In May 2006, earthquakes in southern Central Java and Yogyakarta devastated many buildings and caused thousands of deaths and more than 37,000 injuries. Today, some areas are still under reconstruction.

Demographics

As of the 2005 census, Central Java's population stood at some 31,820,000. As of the 1990 census, the population was 28,516,786.[12] So the population has increased approximately 11.6% in 15 years.

The three biggest regencies in terms of population are: Brebes, Banyumas and Cilacap. Together these regencies make up approximately 16% of the Central Javanese population. Major urban population centers are greater Semarang, greater Surakarta and Brebes-Tegal-Slawi area.

Religion

A typical Javanese mosque with Meru-like roof (Masjid Sholihin in Surakarta)

Officially, in 1990 the majority of the Central Javanese population or about 96%, was nominally Muslims. The second largest religion was Protestantism which was professed by 2% of the population.[13] The remainder of the population was either Catholic, Hindu or Buddhist.

Although the overwhelming majority of Javanese are Muslims, many of them also profess indigenous Javanese beliefs. Clifford Geertz, in his book about the religion of Java made a distinction between the so-called santri Javanese and abangan Javanese.[14] He considered santri Javanese as orthodox Muslims while abangan Javanese are nominal Muslims that devote more energy to indigenous traditions.

Dutch Protestants were active in missionary activities and were rather successful. The Dutch Catholic Jesuit missionary man, F.G.C. van Lith also achieved some success, especially in areas around the central-southern parts of Central Java and Yogyakarta in the beginning of the 20th century,[15] and he is buried at the Jesuit necropolis at Muntilan.

After the Overthrow of Sukarno in 1965, religious identification of citizens became compulsory. Therefore there has been a renaissance of Buddhism and Hinduism since then. As one has to choose a religion out of the five official religions in Indonesia; i.e. Islam, Protestantism, Catholicism, Hinduism, and Buddhism, the latter two became alternatives for people who didn't want to be Muslims or Christians.

Confucianism is also common amongst Chinese Indonesians. Since 2006 it is a recognised official religion.

[edit] Ethnicity

The vast majority of the population in Central Java are ethnic Javanese, they constitute approximately 98% of the whole population.[1] In addition to the Javanese, small pockets of Sundanese communities are to be found near the border with West Java, especially in Brebes and Cilacap regencies. Sundanese toponyms are common in these regions such as Dayeuhluhur in Cilacap, Ciputih and Citimbang in Brebes and even Cilongok as far away in Banyumas.[16]

In urban centers, other minorities such as Chinese Indonesians and Arabs are common. The Chinese are even to be found in rural areas. The urban areas that are densely populated by Chinese Indonesian, are called pecinan, which means "China Town".

Language

Languages of Java

As the overwhelming majority of the population of Central Java are Javanese, the most dominant language is Javanese. There are several dialects which are spoken in Central Java, the two main dialects are western Javanese (also called Basa Ngapak which includes the "Banyumasan dialect" and the dialect of Brebes-Tegal-Pekalongan[17]) and central Javanese.

Sundanese is also spoken in some pockets near the border with West Java, especially in Brebes and Cilacap regencies. However, according to some sources, Sundanese used to be spoken as far away as in Dieng Plateau.[18] This former boundary of Sundanese coincides more or less with the isogloss dividing Central Javanese with Western Javanese.

In urban centers Indonesian is widely spoken.

Culture

Central Java is considered to be the heart of the Javanese culture. Home of the Javanese courts, Central Javanese culture formed what non-Javanese see as the "Javanese Culture" along with it stereotypes. The ideal conducts and morals of the courts (such as politeness, nobility and grace) influence the people tremendously. The people of Central Java are known as soft-spoken, very polite, extremely class-conscious, apathetic, down-to-earth, et cetera. These stereotypes formed what most non-Javanese see as "Javanese Culture", when in fact not all of the Javanese people behave that way. Moreover, most Javanese are far from the court culture.[19]

Mapping the Javanese cultures

The Javanese cultural area can be divided into three distinct main regions: Western Javanese, Central Javanese and Eastern Javanese culture or in their Javanese names as Ngapak, Kejawèn and Arèk.

The boundaries of these cultural regions coincide with the isoglosses of the Javanese dialects. Cultural areas west of Dieng Plateau and Pekalongan Regency are considered Ngapak whereas the boundary of the eastern cultural areas or Arèk lies in East Java. Consequently culturally, Central Java consists of two cultures, while the Central Javanese Culture proper is not entirely confined to Central Java.[

Sabtu, 13 Juni 2009

KAPAL PERANG TERBESAR DI INDONESIA

KRI Irian : Monster Laut Kebanggaan Indonesia

KRI Irian

KRI Irian

Sebagai bangsa maritim, sudah seyogyanya kita memiliki angkatan laut yang mumpuni. Tidak hanya bicara soal kualitas dan kuantitas persenjataan, tapi sudah sepatutnya kita mempunyai arsenal persenjataan yang bisa menggetarkan nyali lawan. Hal inilah yang dahulu begitu dibanggakan bangsa Indonesia di era tahun-60an. Selain punya armada angkatan udara yang terkuat se Asia Tenggara, Angkatan Laut (TNI-AL) dikala itu memiliki kapal perang tipe penjelajah ringan buatan Uni Soviet.

Hingga kini pun belum ada satu negara di Asia Tenggara yang pernah memiliki kapal penjelajah selain Indonesia. Kapal penjelajah legendaris itu adalah KRI Irian, yang sengaja didatangkan pemerintah Indonesia dalam rangka pembebasan Irian Barat (Papua). Berikut petikan profil KRI Irian yang diperolah dari sumber wikipedia.org.

Merian kaliber 6 inchi, total ada 12 meriam dengan 4 turret

Merian kaliber 6 inchi, total ada 12 meriam dengan 4 turret

KRI Irian adalah Kapal penjelajah kelas Sverdlov dengan kode penamaan soviet Project 68-bis. Kapal jenis ini adalah Kapal Penjelajah konvensional terakhir yang dibuat untuk AL Soviet, 13 kapal diselesaikan sebelum Nikita Khrushchev menghentikan program ini karena kapal jenis ini dianggap kuno dengan munculnya rudal (peluru kendali). Kapal ini adalah versi pengembangan dari Penjelajah Kelas Chapayev.

Kapal ini dibuat di Admiralty Yard, Leningrad.Peletakan lunas pertama dilakukan pada tanggal 9 Oktober 1949, kapal diluncurkan pada tanggal 17 September 1950, dan pertamakali kapal dioperasikan pada tanggal 30 Juni 1952

Pada 11 Januari 1961 Pemerintah Soviet mulai mengeluarkan instruksi kepada Central Design Bureau #17 untuk memodifikasi Ordzhonikidze supaya ideal beroperasi di daerah tropis. Modernisasi skala besar dilakukan untuk membuat kapal ini bisa beroperasi pada suhu +40°C, kelembapan 95%, dan temperatur air +30°C.

Tetapi perwakilan dari Angkatan Laut Indonesia yang kemudian mengunjungi kota Baltiisk menyatakan bahwa mereka tidak sanggup untuk menanggung biaya proyek sebesar itu. Akhirnya modernisasi dialihkan untuk instalasi genset diesel yang lebih kuat guna menggerakkan ventilator tambahan.

Dalam observasi teleskop

Dalam observasi teleskop

Pada 14 Februari 1961 Kapal ini tiba di Sevastopol dan pada 5 April 1962 kapal ini memulai ujicoba lautnya. Pada saat itu Kru Indonesia untuk kapal ini sudah terbentuk dan ada di atas kapal. Mekanik kapal ini Bapak Yatijan, di kemudian hari menjadi Kepala Departemen Teknik ALRI. Begitu juga banyak dari pelaut yang lain, di kemudian hari banyak yang mampu menduduki posisi penting.

Datang ke Surabaya pada 5 Agustus 1962 dan dinyatakan keluar dari kedinasan AL Soviet pada 24 Januari 1963. Tidak pernah Uni Soviet menjual kapal dengan bobot seberat ini kepada negara lain kecuali kepada Indonesia. ALRI yang belum pernah mempunyai armada sendiri sebelumnya, belajar untuk mengoperasikan kapal-kapal canggih dan mahal ini dengan cara trial and error / coba-coba. Pada November 1962 tercatat sebuah mesin diesel kapal selam rusak karena benturan hirolis saat naik ke permukaan, sebuah destroyer rusak dan 3 dari 6 boiler KRI Irian rusak. Suhu yang panas dan kelembapan tinggi berefek negatif terhadap armada ALRI, akibatnya banyak peralatan yang tidak bisa dioperasikan secara optimal. Di lain pihak kehadiran kapal ini membuat AL Belanda secara drastis mengurangi kehadirannya di perairan Irian Barat.

Kapal penjelajah sejenis KRI Irian, milik AL Rusia

Kapal penjelajah sejenis KRI Irian, milik AL Rusia

Pada 1964 Kapal Penjelajah ini sudah benar-benar kehilangan efisiensi operasionalnya dan diputuskan untuk mengirim KRI Irian ke Vladivostok untuk perbaikan. Pada Maret 1964 KRI Irian sampai di Pabrik Dalzavod. Para pelaut dan teknisi Soviet terkejut melihat kondisi kapal dan banyaknya perbaikan kecil yang seharusnya sudah dilakukan oleh para awak kapal ternyata tidak dilakukan. Mereka juga tertarik dengan sedikit modifikasi yang dilakukan ALRI yaitu mengubah ruang pakaian menjadi ruang ibadah (sesuatu yang tidak mungkin terjadi di negara komunis).

Setelah perbaikan selesai pada Agustus 1964 kapal menuju Surabaya dengan dikawal Destroyer AL Soviet. Setahun kemudian (1965) terjadi pergantian pemerintahan. Kekuasaan pemerintah praktis berada di tangan Soeharto. Perhatian Soeharto terhadap ALRI sangat berbeda dibandingkan Sukarno. Kapal ini dibiarkan terbengkelai di Surabaya, bahkan terkadang digunakan sebagai penjara bagi lawan politik Soeharto.

Terdapat beberapa versi tentang riwayat KRI Irian setelah peristiwa G30S.

Versi pertama menyebutkan bahwa pada tahun 1970, KRI Irian sudah sedemikian parah terbengkalai hingga mulai terisi air. Tidak ada orang yang peduli untuk menyelamatkan Kapal Penjelajah ini. Sehingga pada masa Laksamana Sudomo menjabat sebagai KSAL maka KRI Irian dibesituakan (scrap) di Taiwan pada tahun 1972 dengan alasan kekurangan komponen suku cadang kronis.

Sebagian kini ditenggelamkan untuk biota laut

Sebagian kini ditenggelamkan untuk biota laut

Versi kedua, menurut Hendro Subroto, kapal perang yang dibuat hanya empat buah ini di jual ke Jepang setelah persenjataannya dipreteli. “Padahal di Tanjung Priok masih terdapat dua gudang suku cadang. Tapi karena perawatan sebelumnya di tangani orang Rusia, selepas Gestapu, kita tidak punya teknisi lagi,” menurut Hendro.

Lapisan baja Pelindung

Dalam satuan mm:

* Sabuk lapis baja utama : 100 mm
* Buritan : 32 mm
* Dek : 50 mm
* Rumah Dek : 130 mm
* Tempurung meriam utama : 175 mm

Peralatan Elektronik

* Radar:
o Radar Pencari udara Gyus-2
o Radar pencari permukaan laut Ryf
o Radar navigasi Neptun
* Sonar:
o Tamir-5N dipasang di hull
* Lain-lain:
o Machta ECM (electronic Counter Measures)

Senjata artileri KRI Irian

Senjata utama dari KRI Irian adalah buah 4 turret, dimana setiap turret berisi 3 meriam berukuran 6 inchi. Sehingga total ada 12 meriam kaliber 6 inchi di geladaknya.[2]
Pemandanagn lain dari RI Irian.

* 10 Tabung Torpedo anti-Kapal selam kaliber 533 mm
* 12 Buah Kanon tipe 57 cal B-38 Kaliber 15.2 cm (6 depan, 6 Belakang)
* 12 Buah Kanon ganda tipe 56 cal Model 1934 6 (twin) SM-5-1 mounts Kaliber 10 cm
* 32 Buah Kanon multi fungsi kaliber 3,7 cm
* 4 Buah triple gun Mk5-bis turrets kaliber 20 mm (untuk keperluan anti-Serangan udara)

Tenaga penggerak

Sebagai tenaga penggerak, KRI Irian mengandalkan 2 buah turbin uap TB-72 yang mendapat pasokan uap dari 6 buah Pendidih KV-68 dan disalurkan melalui 2 buah shaft.

Tenaga total yang tersedia adalah sekitar 110.000 hp sampai 122.000 hp pada kedua shaft, tenaga ini mampu membuat kapal 13.600 ton ini mencapai kecepatan maksimum 32,5 knot. Sedangkan jarak maksimum yang bisa ditempuh adalah 9000 mil laut dengan kecepatan konstan 18 knot.[2]

Jumlah awak kapal
Kapal ini dapat memuat 1.270 awak kapal, termasuk 60 orang perwira, 75 perwira pengawas, 154 perwira pertama.

Jumat, 05 Juni 2009

KONFRONTASI INDONESIA - MALAYSIA

Pada 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan, sebuah provinsi di Indonesia, terletak di selatan Kalimantan. Di utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris; Sarawak dan Britania Borneo Utara, kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya untuk membentuk Malaysia.

Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia; Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini, sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia. Filipina juga membuat klaim atas Sabah, dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan Sulu.

Di Brunei, Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) memberontak pada 8 Desember 1962. Mereka mencoba menangkap Sultan Brunei, ladang minyak dan sandera orang Eropa. Sultan lolos dan meminta pertolongan Inggris. Dia menerima pasukan Inggris dan Gurkha dari Singapura. Pada 16 Desember, Komando Timur Jauh Inggris (British Far Eastern Command) mengklaim bahwa seluruh pusat pemberontakan utama telah diatasi, dan pada 17 April 1963, pemimpin pemberontakan ditangkap dan pemberontakan berakhir.

Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Malaysia apabila mayoritas di daerah yang ribut memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB. Tetapi, pada 16 September, sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan. Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri, tanpa tempat untuk turut campur orang luar, tetapi pemimpin Indonesia melihat hal ini sebagai perjanjian yang dilanggar dan sebagai bukti imperialisme Inggris.

Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, ketika para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul RahmanPerdana Menteri Malaysia saat itu—dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Soekarno terhadap Malaysia pun meledak.

Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan Tunku yang menginjak-injak lambang negara Indonesia[1] dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan nama Ganyang Mala Perang

Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Pada 12 April, sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase. Tanggal 3 Mei 1963 di sebuah rapat raksasa yang digelar di Jakarta, Presiden Sukarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya:

  • Pertinggi ketahanan revolusi Indonesia
  • Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia

Pada 27 Juli, Sukarno mengumumkan bahwa dia akan meng-"ganyang Malaysia". Pada 16 Agustus, pasukan dari Rejimen Askar Melayu DiRaja berhadapan dengan lima puluh gerilyawan Indonesia.

Meskipun Filipina tidak turut serta dalam perang, mereka memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia.

Federasi Malaysia resmi dibentuk pada 16 September 1963. Brunei menolak bergabung dan Singapura keluar di kemudian hari.

Ketegangan berkembang di kedua belah pihak Selat Malaka. Dua hari kemudian para kerusuhan membakar kedutaan Britania di Jakarta. Beberapa ratus perusuh merebut kedutaan Singapura di Jakarta dan juga rumah diplomat Singapura. Di Malaysia, agen Indonesia ditangkap dan massa menyerang kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur.

Di sepanjang perbatasan di Kalimantan, terjadi peperangan perbatasan; pasukan Indonesia dan pasukan tak resminya mencoba menduduki Sarawak dan Sabah, dengan tanpa hasil.

Pada 1964 pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di Semenanjung Malaya. Di bulan Mei dibentuk Komando Siaga yang bertugas untuk mengkoordinir kegiatan perang terhadap Malaysia (Operasi Dwikora). Komando ini kemudian berubah menjadi Komando Mandala Siaga (Kolaga). Kolaga dipimpin oleh Laksdya Udara Omar Dani sebagai Pangkolaga. Kolaga sendiri terdiri dari tiga Komando, yaitu Komando Tempur Satu (Kopurtu) berkedudukan di Sumatera yang terdiri dari 12 Batalyon TNI-AD, termasuk tiga Batalyon Para dan satu batalyon KKO. Komando ini sasaran operasinya Semenanjung Malaya dan dipimpin oleh Brigjen Kemal Idris sebaga Pangkopur-I. Komando Tempur Dua (Kopurda) berkedudukan di Bengkayang, Kalimantan Barat dan terdiri dari 13 Batalyon yang berasal dari unsur KKO, AURI, dan RPKAD. Komando ini dipimpin Brigjen Soepardjo sebagai Pangkopur-II. Komando ketiga adalah Komando Armada Siaga yang terdiri dari unsur TNI-AL dan juga KKO. Komando ini dilengkapi dengan Brigade Pendarat dan beroperasi di perbatasan Riau dan Kalimantan Timur.

Di bulan Agustus, enam belas agen bersenjata Indonesia ditangkap di Johor. Aktivitas Angkatan Bersenjata Indonesia di perbatasan juga meningkat. Tentera Laut DiRaja Malaysia mengerahkan pasukannya untuk mempertahankan Malaysia. Tentera Malaysia hanya sedikit saja yang diturunkan dan harus bergantung pada pos perbatasan dan pengawasan unit komando. Misi utama mereka adalah untuk mencegah masuknya pasukan Indonesia ke Malaysia. Sebagian besar pihak yang terlibat konflik senjata dengan Indonesia adalah Inggris dan Australia, terutama pasukan khusus mereka yaitu Special Air Service(SAS). Tercatat sekitar 2000 pasukan khusus Indonesia (Kopassus) tewas dan 200 pasukan khusus Inggris/Australia (SAS) juga tewas setelah bertempur di belantara kalimantan (Majalah Angkasa Edisi 2006).

Pada 17 Agustus pasukan terjun payung mendarat di pantai barat daya Johor dan mencoba membentuk pasukan gerilya. Pada 2 September 1964 pasukan terjun payung didaratkan di Labis, Johor. Pada 29 Oktober, 52 tentara mendarat di Pontian di perbatasan Johor-Malaka dan ditangkap oleh pasukan Resimen Askar Melayu DiRaja dan Selandia Baru dan bakinya ditangkap oleh Pasukan Gerak Umum Kepolisian Kerajaan Malaysia di Batu 20, Muar, Johor.

Ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap. Sukarno menarik Indonesia dari PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mencoba membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces, Conefo) sebagai alternatif.

Sebagai tandingan Olimpiade, Soekarno bahkan menyelenggarakan GANEFO (Games of the New Emerging Forces) yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta pada 10-22 November 1963. Pesta olahraga ini diikuti oleh 2.250 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan asing.

Pada Januari 1965, Australia setuju untuk mengirimkan pasukan ke Kalimantan setelah menerima banyak permintaan dari Malaysia. Pasukan Australia menurunkan 3 Resimen Kerajaan Australia dan Resimen Australian Special Air Service. Ada sekitar empat belas ribu pasukan Inggris dan Persemakmuran di Australia pada saat itu. Secara resmi, pasukan Inggris dan Australia tidak dapat mengikuti penyerang melalu perbatasan Indonesia. Tetapi, unit seperti Special Air Service, baik Inggris maupun Australia, masuk secara rahasia (lihat Operasi Claret). Australia mengakui penerobosan ini pada 1996.

Pada pertengahan 1965, Indonesia mulai menggunakan pasukan resminya. Pada 28 Juni, mereka menyeberangi perbatasan masuk ke timur Pulau Sebatik dekat Tawau, Sabah dan berhadapan dengan Resimen Askar Melayu Di Raja dan Kepolisian North Borneo Armed Constabulary.

Pada 1 Juli 1965, militer Indonesia yang berkekuatan kurang lebih 5000 orang melabrak pangkalan Angkatan Laut Malaysia di Sampurna. Serangan dan pengepungan terus dilakukan hingga 8 September namun gagal. Pasukan Indonesia mundur dan tidak penah menginjakkan kaki lagi di bumi Malaysia. Peristiwa ini dikenal dengan "Pengepungan 68 Hari" oleh warga Malaysia.


Menjelang akhir 1965, Jendral Soeharto memegang kekuasaan di Indonesia setelah berlangsungnya G30S/PKI. Oleh karena konflik domestik ini, keinginan Indonesia untuk meneruskan perang dengan Malaysia menjadi berkurang dan peperangan pun mereda.

Pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok, Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik. Kekerasan berakhir bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditandatangani pada 11 Agustus dan diresmikan dua hari kemudian.

Akibat

Konfrontasi ini merupakan salah satu penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan motivasi para tentara yang menggabungkan diri dalam gerakan G30S/Gestok (Gerakan Satu Oktober), dan juga pada akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi Angkatan Darat.[1]